|
Beberapa Langkah Sebelum Badui Dalam |
Perjalanan
ke Baduy Dalam
I.
Gambaran Singkat
Post
kali ini Saya akan membahas perjalanan yang sudah dilakukan sekitar satu tahun
lalu tepatnya satu minggu setelah idul fitri tanhun 2014. Perjalanan ke Baduy
kali ini serba mendadak, kami hanya mempersiapkannya kurang lebih tiga hari
sebelum keberangkatan. Sekedar gambaran, Baduy adalah sebuah nama dari sebuah
suku yang berdomisili di Banten yang masih sangat menjaga kehidupan tradisional
yang menjadi warisan leluhurnya. Secara umum Suku Baduy terbagi dua yaitu Baduy
dalam dan Baduy Luar, yang membedakan adalah Suku Badui dalam masih benar-benar
menjaga diri dari pengaruh modernisasi seperti menggunakan benda-benda
elektronik, produk-produk yang menggunakan bahan kimia dan sejenisnya sedangkan
yang Baduy luar masih mentolerir hal-hal tersebut namun dalam jumlah terbatas,
biasanya hanya berupa lampu atau alat-alat dokumenter bagi wisatawan yang datang.
Yang membedakan Baduy dalam dan luar secara fisik adalah baju dan sandal yang
mereka gunakan, Baduy dalam berpakaian serba hitam tanpa menggunakan sandal,
sedangkan Baduy luar berpakaian serba putih dan menggunakan sandal jepit.
Mata
pencaharian mereka cukup beragam, Masyarakat Baduy dalam biasanya akan mencari
hasil hutan ataupun membuat kerajinan tangan yang kemudian dijual ke pengunjuk
ataupun di sebuah pasar kecil yang ada di Baduy luar, sedangkan Masyarakat
Baduy Luar sudah mulai menjual minuman dan makanan modern untuk para wisatawan
yang kehabisan perbekalan di tengah jalan.
Saya
melakukan perjalanan ke Badui Dalam bersama dengan delapan menggunakan cara
yang sangat sederhana, nyambung dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya, semua
serba sederhana namun terasa sangat menyenangkan. Tujuh diantara delapan orang
tersebut adalah mantan Pengajar Muda dari berbagai angkatan, yang satunya
adalah kakak Saya yang merupakan mantan pecinta alam, sehingga mereka semua
sudah terbiasa dengan perjalanan jauh dan serba backpacker, sedangkan Saya? Saya
hanya penikmat alam yang menyukai perjalanan.
II.
How to get there
Yang
terpenting dari perjalanan ini adalah kita harus menuju Desa Ciboleger di
Banten yang merupakan pintu masuk ke Suku Baduy dan disana banyak rumah-rumah
suku Baduy Luar. Dari Jakarta, kami memulai perjalanan di Stasiun Tanah Abang dan
menaiki kreta yang menuju Stasiun Rangkasbitung dengan Tarif Rp. 15.000,- untuk
kelas Bisnis dan Rp. 7.500,- untuk kelas Ekonomi, kretanya cukup nyaman dan
saat itu Saya tidak melihat ada penumpang yang tidak memiliki tempat duduk, perjalanan
sekitar 3-4 jam.
Setelah
sampai di Stasiun Rangkasbitung, kami mencari sebuah angkot berwarna biru yang
menuju Terminal Aweh, untuk nomor angkotnya ada banyak sehingga kita cukup
bertanya kepada warga sekitar mana saja angkot yang menuju Terinal Aweh,
tarifnya saat itu Rp. 3000,- karena memang cukup dekat. Dari Terminal Aweh,
kami naik Elf menuju Desa Ciboleger dengan tariff Rp 15.000,- sampai dengan Rp.
30.000,- dan saat itu kami membayar Rp. 25.000,- dikarenakan cukup high season.
Perjalanan sekitar 2 Jam, sebenarnya tidak terlalu jauh, tetapi jalanannya
cukup buruk sehingga yang gak kuat mabok darat Saya sarankan untuk
mengantisipasi hal tersebut dan mengambil tempat yang strategis (jangan dekat
ban dan usahakan dekat jendela agar mendapat angin). Selama perjalanan Saya
hanya tidur, sesekali terbangun ketika mendengar bunyi ayam yang ikut naik di
elf kami, bagi Saya itu adalah seni dari sebuah perjalanan.
Setelah
elf sampai di gerbang Desa Ciboleger kami disambut dengan pemandangan yang
sangat unik. Sisi kiri kami adalah Patung Selamat Datang Desa Ciboleger, sisi kana
nada Musolah kecil, kamar mandi dan Alfamart (iya ada alfamart) dan disisi
depan ada gardu selamat datang yang menyajikan pemandangan hutan dan
rumah-rumah milik suku Baduy Luar. Saat melihat gardu tersebut, Saya langsung de javu dengan kartun flinstoon si manusia batu :D
Jangan
lupa, setelah mencukupkan perbekalan kita harus lapor Pak RT (atau Pak Desa?)
disana, selain bertujuan pendataan pengunjung (agar kalau hilang ada datanya
:p), pembayaran tiket (kurang tau berapa tapi yang pasti murah) hal tersebut
juga bertujuan memberikan kita Guide, dimana Guide tersebut merupakan
masyarakat Baduy Luar yang bertugas memandu jalan. Masyarakat lokal biasanya
menghabiskan waktu paling lama dua jam menuju kesana, bahkan yang sudah
terbiasa bisa hanya 1 jam, namun pengujung biasanya memakan waktu 2-6 jam,
tergantung speed dan waktu istirahat yang kita pakai. Melihat latar belakang
rekan-rekan perjalanan, mungkin kalau tanpa Saya, rombongan hanya perlu waktu 2
jam, tetapi karena Saya banyak istirahat, maka kami menghabiskan waktu 3 jam,
lumayanlah untuk pemula gak sampe 6 Jam, hehehe. Sepanjang perjalanan kami
melewati danau yang indah, rumah-rumah penduduk yang unik, pepohonan yang
sangat rindang dan ular hehe, saat perjalanan sempat hujan sehingga jalanan
agak sedikit nge-blog, tetapi atas bantuan Bapak Guide Alhamdulillah kita jadi aman
hehehe. Oh iya, sepanjang perjalanan kita masih boleh foto-foto, tetapi begitu
memasuki wilayah Baduy dalam, Pak Guide akan memberikan kita tanda bahwa segala
yang elektronik tidak diperbolehkan.
Singkat
cerita, kami sampai di Baduy Dalam dan Bapak Guide mencarikan rumah yang bisa
kita singgahi, setelah ketemu kita langsung taruh barang-barang bawaan di rumah
tersebut, mandi dan shalat. Selesai Shalat, rombongan wanita langsung masak
bareng sama akang dan teteh pemilik rumah, dengan penerangan seadanya, alat masak
yang masih tradisional, bumbu yang apa adanya, perut yang kroncongan semua
menjadi terasa nikmat. Selesai masak kami langsung ngobrol-ngobrol dengan tuan
rumah dan bergegas istirahat karena kami harus melakukan perjalanan jam 08.00
pagi esok hari.
Keesokan
harinya saat matahari terbit kami berkeliling melihat-lihat rumah penduduk dan
kami kaget, mereka semua cantik-cantik dan ganteng hehe, mata mereka besar
coklat tua, hidungnya mancung-macung dan kulitnya bersih-bersih banget, mungkin
karena semua serba alami, hehehe. Singkat cerita kami pulang diantar dengan
Bapak Guide sampai Gerbang Desa Ciboleger dengan membawa sejuta kesan.
III.
Pesan dan Kesan
1. Perhatikan
jadwal kereta menuju Stasiun Rengkasbitung, biasanya perjalanan dari Stasiun
Tanah Abang hanya tiga kali, jangan sampai tertinggal kreta atau menunggu
terlalu lama dan kalau mau lebih well prepare beli aja dulu tiketnya sebelum
keberangkatan;
2. Dana
yang Saya habiskan per orangnya sekitar Rp. 250.000,- sudah termasuk:
a. Transportasi
PP
b. Beli
Sarden, Beras 1 liter, minyak goreng, cabe (untuk dimakan disana bersama-sama
tuan rumah, sisanya biasanya bakal kita tinggal untuk ucapan terima kasih
tambahan mereka) P3K dan keperluan pribadi
c. Biaya
Guide, Tiket Masuk dan Tuan Rumah (walaupun gak ada tariff resmi dan emang
mereka gak minta suatu jumlah tertentu, kami patungan ngasih sekitar Rp.
50.000-Rp.100.000,- per orang) waktu itu yang urus pembagiannya Tour Leader
(Mas Ridwan, PM VI)
d. Oleh-oleh
(kalung dan gelang)
3. Pertama
agak gimana gitu atas adanya pasar modern disana, tapi pas dipikir-pikir itu untuk kebaikan warga juga karena jarak tempuh ke kota
jauh bgt, di tengah jalanpun para pengunjung banyak yang kehabisan perbekalan,
sehingga banyak yang beli minuman dari warga dan warga belinya di pasar modern
tersebut, secara gak langsung kehadirannya membantu perekonomian warganya.
4. Banyak
para pengunjung yang cerita di media sosialnya kalau mereka diem-diem mengambil
gambar di Baduy Dalam, tapi saran Saya sih ikutin aja aturannya dan jaga
kebersihan, be respect each other :D
5. Baca
dari blog sebelah, kalo naik travel (Jakarta-Baduy) sekitar Rp. 500.000,-
diluar biaya point B.