Thursday, 7 February 2013

Ahli hukum atau Ahlimenghafal Undang-undang?

Lucu! Hasil belajar selama semester 5 udah pada keluar. Ada beberapa nilai yang cukup puas, ada beberapa nilai yang nggak sesuai ekspertasi. Maksudnya jelek? Bukan, bukan jelek tapi gak sesuai ekspertasi. Misal saya ngerasa yakin sama mata kuliah itu, tapi ntah kenapa nilainya gak sesuai.

Jadi gini, ada satu mata kuliah yang saya yakin banget bisa dapet A (kenyataan B+) karena emang saya sangat suka mata kuliah itu, saya yakin selama UTS maupun UAS, tugas saya kumpulin tepat waktu dan bahkan waktu ada kuis lisan dimana yang jawab bener cuma dua orang saya bisa jawab (dua orang itu termasuk saya)

Sedangkan ada beberapa nilai yang dapetnya B tapi saya emang yakin dari awal kalo maksimal saya cuma bisa dapet B karena emang gak suka sama mata kuliah tersebut. Dan saya gak kecewa. Saya ngerasa emang itu udah maksimal yang saya pantas dapatkan.

Dan ahirnya saya dateng ke dosen tersebut untuk melihat transparasi nilai terlebih dahulu. Pas saya lihat ternyata nilai tugas saya 20 (max 20), UTS 65 (maksimal 100) dan UAS 60 (maksimal 100). Saya kaget, kok UTS dan UAS saya jelek banget, padahal saya sangat yakin. Kira-kira begini percakapannya?

S: Pak, kok UTS dan UAS saya jelek banget yah? Itu apa yang kurang pak
D: Jawaban kamu itu ngaco, saya suruh sebutkan isi pasal UU (bla bla bla) bukan jelaskan isinya. Kamu malah menjelaskan. Makanya dibaca perintahnya ya
S: Iya pak saya tau sama perintahnya, tapi masalahnya saya menjelaskan juga ada dasar referensinya. Sebelum menjelaskan juga saya kasih pengantar "bahwa pasal tersebut menjelaskan apabila adanya ketidaksesuaian pendapat, maka para pihak harus bla bla bla"
D: Kan isi pasalnya "apabila tidak adanya kesesuaian pendapat"
S: Loh pak, bukannya maknanya sama ya?
D: Yang saya suruh apa? Tuliskan isi pasal, dan isi pasalnya bukan begitu
S: Pak saya mau jadi ahli hukum, bukan ahli menghafal
D: Saya menyuruh seperti itu supaya kalian baca undang-undang, biar undang-undang tuh gak dianggurin, Itu kitab suci anak hukum, kedua setelah Al-Quran
S: Pak saya gak setujuh. Menurut saya, kalau saya baca UU setiap hari gak ngebuat saya hafal. Tapi sebaliknya, baca UU sesekali disaat butuh dan kemudian berusaha mencari penjelasannya dari berbagai suber itu lebih baik. Misal saya baca UU tersebut 2x kemudian untuk bisa paham saya harus baca berbagai buku agar saya paham sama isi UU tersebut. Sedangkan kalau saya mau menghafal UU saya hanya perlu membaca UU yang besoknya akan diadakan ujian, lalu saya hafal, pak.
D: Ya sudah, saya buru-buru. Jadi kamu mau nilai berapa?
S: Bukan ini alasan saya komplain pak, saya gak masalah dapet B+, sayapun pernah dapet nilai lebih jelek dari ini, tapi masalahnya, gak adil untuk teman-teman yang lain apabila hanya saya yang dirubah nilainya. Mungkin banyak yang sepemikiran sama saya. Banyak yang berusaha paham UU bukan menghafalnya
D: Nanti kalau mereka protes saya ganti
S: Iya pak, tapi alangkah lebih baiknya kalau sedari awal dosen-dosen kita gak lagi melihat mahasiswa yang baik adalah = mahasiswa yang mampu mengingat keseluruhan isi UU dan buku, tapi paham
D: Oh jadi kamu mau protes sama cara saya mengajar? Tiap dosen punya metode yang berbeda satu sama lain dan ya ini metode saya
S: Bukannya begitu pak, tapi saya rasa metode seperti itu sudah tidak sesuai apalagi melihat perkembangan yang ada, saya yakin teman-teman yang sekarang hafal UU tidak akan lagi hafal secara tekstual isi UU tersebut. Karena memang mereka hanya menghafal saya
D: Tapi mereka lama kelamaan akan paham karena mereka hafal
S: Nah kan pak, kalau ujung-ujungnya agar mahasiswa paham kenapa dipaksa menghafal. Kenapa gak dari awal dipaksa paham?
D: Sudah-sudah jadi kamu mau nilai berapa, saya malas berdebat seperti ini dan saya sibuk
S: Saya kesini bukan karena nilai, tapi saya butuh penjelasan terhadap hak saya. Kalau memang nilai saya memang pantas B+ menurut 'metode bapak' ya biarkan nilai saya segitu pak. Asaalammualaikum pak


ya begitulah dosen dan begitulah mahasiswa..tapi semoga tujuannya tetap sama, menjadikan masa depan Indonesia lebih baik

Tuesday, 5 February 2013

Mahasiswa?


Pagi itu aku mendapati statusku yang baru sebagai 'mahasiswa' tidak lagi hanya sebagai siswa. Ada kata 'maha' didepannya. Setiap ada pertanyaan apa tugas utama seorang siswa, pasti sebagaian besar setuju kalau jawabannya adalah 'Belajar'

Namun, bagaimana dengan mahasiswa? Apa tugas utama mahasiswa? Apa cukup hanya belajar? Tentu para aktifis atau yang 'memanggil dirinya' sebagai aktifis akan mengatakan 'tidak, mahasiswa harus membuat perubahan, harus mempunyai fungsi kontrol dan harus memperjuangkan kepentingan rakyat'. Sebagian lagi bersikap acuh, mereka memandang kuliah adalah alur kehidupan yang harus ditempuh untuk kelak memperbaiki gaya hidup mereka atau sekedar mempertahankan gaya hidup mereka. Iya, sebagian dari mahasiwa memandang demikian. bahwasanya kuliah adalah alur kehidupan yang harus diraih sebelum mendapatkan 'pekerjaan' dan 'kehidupan lebih baik'

Lalu dimana perbedaan antara 'Siswa' dan 'Mahasiswa'? Terletak dari cara dan bobotnya. Mungkin hanya itu bedanya, bagi mereka yang menganggap kuliah hanyalah salah satu alur kehidupan

Para aktifispun ternyata terbagi dua lagi: Aktifis dan Si Aktifis
Bedanya? Aktifis itu ya dia menyebut dirinya sebagai aktifis. Sedangkan Si Aktifis adalah panggilan yang melekat pada dirinya karena orang lain.

Intinya, Aktifis itu menganggap, bahwa apa yang ia lakukan sekarang akan berguna untuk karirnya kelak, akan berguna bagi CV nya kelak, akan berguna bagi dirinya kelak. Sedangkan si aktifis, dia bergerak, dia terpanggil, dia gundah, dia galau, dia merasa malu untuk diam, dia merasa gelisah, dia merasa takut apabila negerinya tetap seperti ini. Dia merasa takut apabila dia akan berjuang sendiri tanpa dukungan. Dia merasa ingin bergerak karena merasa terpanggil. Karena merasa masa depan bangsa adalah salah satu hal yang harus ia perhatikan, catatkan dalam hidup dan mimpinya serta perjuangkan dalam setiap tindakannya.

Aku bukan tidak suka dengan Mahasiwa Acuh ataupun aktifis, aku hanya terlalu menyukai salah satu quote dari KHA Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah)

Kalau Hidup Sekedar Hidup, Babi di Hutan juga Hidup
Kalau Bekerja Sekedar Bekerja, Kera juga Bekerja

Apa aku adalah 'si aktifis'? Aku tidak bisa menjawab, atau bahkan tidak tahu.
Apabila aku bilang 'tidak', aku tidak terlalu yakin, karena aku sendiri tidak merasa aku adalah mahasiswa acuh.
Apabila aku bilang 'ya', aku rasa 'si mahasiswa' tidak pernah merasa dirinya sebagai 'si mahasiswa'
Ya, aku tak netral, tapi kalian harus sadar, aku sendiri tidak merasa netral adalah posisi yang terlalu baik :)


Salam,


(@medinawidya)

Sekilas tentang Aku

Medina Widya Burhan. Jakarta, 26 Mei 1993. Seorang anak manusia yang sangat mencintai Negerinya. Ingin melihat Negerinya menjadi lebih baik. Bercita-cita menjadi seorang praktisi hukum di Pengadilan. Namun mimpi terbesarnya tetap: Menjadi anak, Istri dan Ibu yang baik.


Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2010. Pengagum Hakim Agung yang 'ditakuti' Dr. Artidjo Alkostar., SH., LLM

Sangat yakin, keberuntungan berbanding lurus dengan usaha dan doa

twitter: https://twitter.com/medinawidya

http://www.beritasatu.com/nasional/30403-artidjo-alkostar-paling-layak.html